Source: http://prov.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3091
Persaudaraan kejiwaan yang  didirikan Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo pada tahun 1947 di Yogyakarta.  Disingkat SUBUD, yang maknanya: susila berarti "budi pekerti baik"; budhi berarti "daya kekuatan pribadi yang ada pada setiap manusia'; dharma berarti  "penyerahan, ketawakalan dan keiklasan terhadap Tuhan Yang Maha Esa".  Anggaran dasarnya ditetapkan pada tahun 1964 dengan kedudukan pengurus  pusat di Jakarta. Penanggung jawab pusatnya adalah Drs. Kusumo Sutanto  dan Ir. Haryono Sumohadiwidjojo sebagai penasihat. Pemimpin perkumpulan  kejiwaan ini, Mohammad Subuh, meninggal dunia pada tanggal 22 Juni 1990,  tepat pada hari kelahirannya.
Kejiwaan SUBUD terjadi pada malam hari  di tahun 1925 ketika Muhammad Subuh melihat cahaya sangat terang jatuh  dari langit. Cahaya ini menimbulkan getaran hidup dalam dirinya. Ia  sadar bahwa daya hidup yang berada di luar jangkauan pikiran dan  perasaannya itu berasal dari kekuasaan Tuhan. Dalam latihan kejiwaan  SUBUD, para peserta dan pelatih dibimbing oleh kekuasaan Tuhan. Pada  hakikatnya mereka dilatih untuk memiliki ilmu pemisah kejiwan untuk  membedakan yang benar dari tuntunan Tuhan dan yang berasal dari  pengakuan diri sendiri. Lambang SUBUD adalah 7 lingkaran dan 7 garis  lurus seperti jari-jari roda. Lingkarannya menggambarkan tujuh daya  hidup atau roh, yakni roh rewani, daya hidup kebendaan; roh nabati, daya  hidup tumbuh-tumbuhan; roh hewani, daya hidup binatang; roh jasmani,  daya hidup manusia; roh rohani, daya hidup pendeta; roh rahmani, daya  hidup rasul-rasul; roh robani, daya hidup Yang Mahakuasa. Ketujuh daya  hidup ini ada di dalam diri manusia dan merupakan kesatuan "daya hidup  besar". Tiga daya hidup (rewani; nabati, hewani) berada di  bawah daya hidup manusia sehingga dapat dikuasai manusia, artinya dapat  dicapai hati dan akal pikiran manusia. Tetapi tiga daya hidup lainnya (rohani; rahmani, robani)  berada di luar jangkauan hati dan akal pikiran. Untuk dapat  menjangkaunya, Tuhan mengaruniai manusia rasa diri batiniah, dan agar  dapat menggunakannya, manusia harus mengalami kematian sebelum mencapai  kematian yang sesungguhnya.
SUBUD berkembang di luar negeri sejak  tahun 1956. Pada tahun 1957 penyebarannya telah meliputi 60 negara yang  tersebar di Afrika, Asia, Australia, Eropa, Amerika Utara dan Amerika  Selatan. Pada kongres SUBUD sedunia IV pada tahun 1971 di Wisma SUBUD  Jakarta, hadir sekitar 2.000 utusan dari 79 negara. Perkembangan  selanjutnya ada sekitar 88 cabang Persaudaraan SUBUD Internasional di  berbagai tempat di dunia dengan sekitar 100.000 pengikut aktif. Beberapa  penulis barat yang menerbitkan buku-buku SUBUD antara lain adalah H.  Rofe, Reflection on Subud (Amsterdam, 1959) dan Path of Subud (London, 1959); Gordon van Hien, What Is Subud (London, 1963); Varendra Vittachi, Assignment in Subud (New Yark, 1965); J.P. Barter, Toward Subud.

 
Pak Subuh meninggal bukan pada 22 Juni, melainkan pagi hari tanggal 23 Juni 1987.
BalasHapusThanks for the revise :)
BalasHapus